
Yonvitner
Peneliti Senior Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan (PKSPL)-IPB
MENTERI Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono meminta jajarannya mengkaji formulasi baru atas penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor kelautan dan perikanan. Salah satu alasannya, perolehan PNBP saat ini tidak sebanding dengan potensinya.
Gagasan ini perlu diapresiasi. Karena mekanisme pencatatan pendapatan di awal yang dilakukan menurut Peraturan Menteri (Permen) No 57/2015 tidak mampu menarik investasi lebih baik. Bahkan yang muncul adalah keengganan investor untuk berinvestasi karena berbagai persoalan, yakni data stok, kebijakan, keterukuran dan ketertelusuran, serta pasar yang harus berjuang untuk menciptakan kepastian. Beberapa hal ini yang menjadi pekerjaan rumah (PR) besar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam mencapai tujuan dan target-target pembangunan di Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2020–2024 bidang perikanan dan kelautan.
Banyak PR
Beberapa PR yang harus dituntaskan menteri kelautan dan perikanan ke depan adalah soal tata kelola data stok ikan di setiap wilayah pengelolaan perikanan (WPP), sinkronisasi kelembagaan secara vertikal, harmonisasi kebijakan, keterukuran kebutuhan infrastruktur pembangunan perikanan, keterukuran dan ketersediaan bahan baku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) serta garam, dan kesehatan ekosistem.
Pertama, tata kelola data stok ikan nasional. Potensi stok ikan nasional sebesar 12,5 juta ton yang dihitung pada 2016 harus dievaluasi akibat adanya dinamika stok, baik karena faktor penangkapan maupun karena proses alami seperti kematian dan migrasi. Kemudian informasi stok ikan juga harus mampu memperhitungkan habitat dan ekosistem hidup ikan, di mana adanya potensi daya dukung dari ekosistem mangrove dan terumbu karang yang potensinya hampir sama dengan potensi stok saat ini. Bahkan jika mangrove yang lebih dari 3 juta ha dan terumbu karang lebih dari 25.000 km2 dimanfaatkan akan mampu mendukung lebih dari 16 juta ton ikan.