
fpik.ipb.ac.id-- Kekerasan seksual di Indonesia didapatkan sekitar 82 % perempuan dan juga 1 dari 10 laki-laki pernah mengalaminya di ruang publik. Tidak menutup kemungkinan ranah kampus tidak terkena masalah ini juga. Menurut data HopeHelps Network pada tahun 2021 sebanyak 40 laporan kekerasan seksual melibatkan sivitas akademika sebagai pelaku atau korban dari 15 perguruan tinggi di Indonesia.
Oleh karena itu penting mempelajari pencegahannya sehingga Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University bersama dengan RS UMMI mengadakan acara Peningkatan Keamanan dan Kenyamanan di Kampus FPIK berjudul “Pencegahan Kekerasan Seksual dan Perundungan”(17/11)
Acara ini dibukan oleh Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), IPB University, Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc. Pada sambutan pembukaannya, Dekan FPIK menekankan pentingnya pembangunan sistem interaksi yang aman antar civitas di kampus FPIK demi mencegah kekerasan seksual dan perundungan dalam rangka membuat ruang kampus yang nyaman dan aman sehingga meningkatkan kinerja akademik civitas FPIK.
Setelah pembukaan oleh Dekan FPIK, Ibu Pangesti selaku Direktur Pemasaran dan Pengembangan Bisnis RS UMMI memberikan sambutan berupa apresiasi terhadap kerjasama kegiatan antara IPB dan RS UMMI. Ibu Pangesti menuturkan bahwa kedepannya diharapkan lebih banyak kerjasama yang bisa terjalin antara kedua institusi ini.
Pada sesi pemberian materi, Ibu Nurun Abdat, M.Psi dari RS UMMI memulai dengan menjelaskan bentuk perilaku seperti rayuan seksual yang tidak diinginkan, meminta penukaran sesuatu dengan aktivitas seksual, serta perilaku seksual lainnya yang tidak diinginkan adalah pelecehan seksual. Lebih lanjut Ibu Nuran menjelaskan secara jelas terdapat lima bentuk pelecehan seksual yaitu pelecehan fisik yang meliputi sentuhan yang tidak diinginkan, pelecehan verbal yaitu ucapan verbal tentang kehidupan pribadi atau bagian tubuh, pelecehan isyarat yaitu bahasa tubuh yang bernada seksual, pelecehan visual seperti memperlihatkan materi – materi pelecehan, dan pelecehan psikologis yaitu adanya perilaku yang menghina dan mencaci yang tidak sesuai keinginan korban.
Ibu Nuran juga menjelaskan terkait dengan tonic immobility dimana biasanya individu masuk dalam keaadaan shock yang mengaktifan hormon dopamine untuk membuat korban membeku sehingga sebagai perpanjangan dari respon kejutan. “Tiba-tiba terdiam, tidak bisa bergerak, tidak bisa berteriak ada namanya pembekuan respon manusia terdapat tiga yaitu fight, fly dan freeze pada kasus ini disebut freeze,” ungkapnya.
Selanjutnya Ibu Nuran menjelaskan terdapat berbagai cara dan langkah-langkah untuk membantu korban kekerasan seksual. 5D merupaan singkatan yang terdiri dari Direct (Hadapi), Distract (Pengelabuan), Delegate (Mencari bantuan), Delay (Menunggu untuk mendampingi korban), dan Document (Mendokumentasikan). Cara-cara lain juga penting untuk diketahui bagi penyintas hingga untuk melindungi diri dan orang terkasih dari kekerasan seksual.
“Perlindungan untuk kerahasiaan identitas jaminan secara fisik dan non fisik dibantu lakukan follow up kasus-kasunya untuk merumuskan kebijakan dalam kebijaksanaan dalam mendukung kekerasan seksual di perguruan tinggi,” tutup Nuran Abdat.
SDGs 5 Gender Equality
(Penulis oleh Muhammad Ihsan Aparirama)