Fakultas Perikanan
  • HOME
  • PROFIL
    Profil
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Struktur
    • Pimpinan
    • Program kerja & restra
    • Senat
    • SIMAKER
    Fasilitas
    • IFMOS Pelabuhanratu
    • IFMOS Ancol
    • IFMOS Kolam Babakan
    Departemen
    • Departemen Budidaya Perairan
    • Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
    • Departemen Teknologi Hasil Perairan
    • Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
    • Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
  • PENDIDIKAN
    PENDIDIKAN SARJANA(S1)
    • Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya
    • Manajemen Sumberdaya Perairan
    • Teknologi Hasil Perairan
    • Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
    • Ilmu dan Teknologi Kelautan
    PENDIDIKAN MAGISTER(S2)
    • Magister Ilmu Akuakultur
    • Magister Pengelolaan Sumberdaya Perairan
    • Magister Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
    • Magister Teknologi Hasil Perairan
    • Magister Teknologi Perikanan Laut
    • Magister Ilmu Kelautan
    • Magister Teknologi Kelautan
    PENDIDIKAN DOKTORAL(S3)
    • Doktor Ilmu Akuakultur
    • Doktor Pengelolaan Sumberdaya Perairan
    • Doktor Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
    • Doktor Teknologi Hasil Perairan
    • Doktor Teknologi Perikanan Laut
    • Dokltor Ilmu Kelautan
    • Doktor Teknologi Kelautan
  • Kemahasiswaan dan Alumni
    Kemahasiswaaan
    • Program Kreativitas Mahasiswa
    • Daftar Kegiatan Mahasiswa
    • Daftar Prestasi Mahasiswa
    Alumni
    • Himpunan Alumni IPB
    • Himpunan Alumni FPIK
    • Agrianita
    Lembaga Mahasiswa
    • DPM FPIK
    • BEM FPIK
    • HIMAKUA IPB
    • HIMASPER
    • HIMASILKAN
    • HIMAFARIN
    • HIMITEKA
    • FKMCIPB
    • FDC
    C-DAY
    • Virtual Tour
    • Departemen Budidaya Perairan
    • Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
    • Departemen Teknologi Hasil Perairan
    • Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
    • Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
  • SDG14
    FPIK IPB
    • Fakultas
    • Departemen Budidaya Perairan
    • Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
    • Departemen Teknologi Hasil Perairan
    • Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
    • Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
  • Event
    EVENT FPIK IPB
    • MarBioUtiCoM 2022
  • FCC
  • Beranda
  • Rilis Berita
  • Pengelolaan Pesisir: Perlu Komitmen untuk Terpadu dan Sinergi

Pengelolaan Pesisir: Perlu Komitmen untuk Terpadu dan Sinergi

  • Saturday, 18 Jun 2022 11:48 WIB
  • sumber: greenindonesia.co
#

DALAM rangka koordinasi lintas sektor terkait tindak lanjut sinkronisasi dokumen perencanaan dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP-3-K), kemaren, Senin 13 Juni 2022, dilaksanakan Focus Grup Discussion (FGD) yang bertempat di Kemang Hotel Jakarta Selatan.

Hadir berbagai pihak dalam kegiatan itu, diantaranya dari Kantor Staf Kepresidenan, Komisi IV DPR-RI, Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Bangda}, Kementerian Kelautan dan Perikanan, perguruan tinggi, serta beberapa perwakilan dari lembaga terkait lainnya.

FGD tersebut mengusung tema “Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Terkait Dengan Pengelolaan Wilayah Pesisir”. Salah-satu pembicara dalam kesempatan itu ialah Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB University (FPIK IPB), Prof. Dr. Fredinan Yulianda.

Dalam paparannya yang berjudul; “Pengelolaan Pesisir di Era Otonomi Daerah”, Dekan FPIK IPB menjelaskan, bahwa wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Untuk itu, ditegaskannya, bahwa perlu adanya keterpaduan dan sinergi yang baik antar berbagai komponen di sebuah daerah.

Lebih jauh dipaparkannya, bahwa pengelolaan pesisir secara terpadu sangat diperlukan. Tujuannya diantaranya untuk mempertahankan proses-proses ekologi pesisir yang terdapat di alam, mengoptimalkan fungsi dan luasan ekosistem pesisir, serta mempertahankan  pemanfaatan lestari SDA pesisir berbasis daya dukung.

“Ekosistem pulau merupakan  satu kesatuan sistem pesisir, sehingga tidak dapat dipisahkan oleh dua manajemen. Harus terpadu,” tutur Fredinan Yulianda. Mengapa?

Dijelaskannya, bahwa kawasan pesisir itu bersifat terbuka, dan mudah mendapat pengaruh kegiatan lain. Disamping itu, multi kegiatan di kawasan pesisir, serta berbagai kepentingan terhadap sumberdaya, tentunya akan menimbulkan dampak yang berbeda-beda.

Hal senada disampaikan pula oleh Deputi V KSP, Theofransus A. Litaay. Dikatakannya bahwa wilayah pesisir sangat dinamis dan sangat rentan perubahan. Menurutnya, perlu segera dilakukan peralihan pengelolaan kawasan konservasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan, agar organisasi dapat berjalan efektif, serta tidak berlarut larut dalam konflik kewenangan.

“Banyak kepentingan yang berbeda dan bertolak belakang di wilayah pesisir (penyedia sumberdaya alam, penyedian jasa-jasa pendukung kehidupan, penyedia jasa-jasa kenyamanan, dan penerima limbah),” ungkap Theofransus.

“Untuk itu, pengelolaan sumberdaya pesisir memerlukan persyaratan lingkungan yang baik. Selain itu, sistem ekologi harus dipertahankan,” jelas Dekan FPIK IPB University.

Ditambahkannya pula, bahwa dalam menentukan kapasitas pemanfaatan sumberdaya pesisir, perlu memperhatikan kesesuaian sumberdaya dan lingkungan, daya dukung, kapasitas ruang, serta sebaran SDA berbasis ruang. Begitu juga halnya dalam membuat kebijakan dan penegakan hukum di berbagai daerah, harus saling koordinasi, bersinergi, dan terpadu antar berbagai pihak.

Pentingnya keterpaduan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, menurut Prof. Dr. Dietriech G. Bengen, DAA, DEA., Dosen Departemen ITK – FPIK IPB University, adalah untuk meningkatkan rasa memiliki oleh setiap pihak dan terciptanya kesepakatan atau kompromi diantara pemangku kepentingan terkait, serta meminimalisasi kemungkinan  konflik atau hambatan dalam proses pengelolaan wilayah pesisir.

“Dengan keterlibatan segenap unsur terkait, diharapkan dapat menjamin keberlanjutan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,” ungkap Prof. Dietriech.

Daerah Kurang Komitmen

Menurut Dr. Teguh Setyabudi, M.Pd, Dirjen Bina Pembangunan Daerah, dalam hal pengelolaan pesisir, telah jelas pembagian kewenangannya. Berdasarkan Undang-undang nomor 23 tahun 2014, pengelolaan ruang laut di atas 12 mil dan strategis nasional adalah kewenangan pemerintah pusat, dan pemerintah provinsi memiliki kewenangan pengelolaan ruang laut sampai dengan12 mil, di luar minyak dan gas bumi. Sementara itu, pasca ditetapkannya UU 23 Tahun 2014, Kabupaten/ Kota tidak memiliki kewenangan pengelolaan ruang laut.

Namun, berdasarkan hasil pengumpulan dan evaluasi data APBD dan RKPD oleh Kementerian Dalam Negeri, komitmen daerah sangat kurang dalam fungsi pengawasan kewenangan pengelolaan wilayah pesisir. Hal ini ditunjukan oleh kecilnya persentase anggaran pada APBD dan RKPD. Bahkan ada provinsi yang tidak sama sekali mengalokasikan dana untuk kegiatan pengawasan.

Menyikapi hal itu, Dirjen PSDKP – Kementerian Kelautan dan Perikanan,  Laksda TNI Adin Nurawaluddin, M.Han, menilai, saat ini kemampuan provinsi untuk melakukan pengawasan sangat lemah. Ditambah pula dengan hilangnya dukungan operasional pengawasan SDKP dari Pemkab/Pemkot karena tidak didukung anggaran (APBD).

Padahal, sejatinya, kegiatan pengawasan dan monitoring merupakan hal yang penting dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan otonomi daerah, dalam hal ini terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir untuk menghindari kemungkinan terjadinya penyelewengan atau penyimpangan, baik yang bersifat anggaran (budgeting) ataupun proses (prosedur) dan kewenangan (authority).

Berita Lainnya

  • Cegah Covid-19, Dosen IPB Riset Biota Laut untuk Imunitas

    11 October 2020 12:34
  • Departemen PSP FPIK IPB Diskusi Keberlanjutan Pengelolaan Lobster Skala Kecil

    11 October 2020 12:39

Rilis Berita

  • Guru Besar FPIK Berikan Penjelasan Pengembangan Produksi dan Bisnis Budidaya Ikan Hias dalam Rangka Peningkatan Ekspor Indonesia 18 Jun 2022
    <p>Prof Iis Diatin, Guru Besar IPB University dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) memberikan penjelasan mengenai pengembangan ikan hias dalam rangka meningkatkan ekspor Indonesia. Ia menerangkan, salah satu upaya peningkatan produksi ikan hias yaitu melalui penerapan teknologi budidaya ikan secara intensif. Upaya ini dilakukan untuk memenuhi target ekspor ikan hias Indonesia, yang ditargetkan sebanyak 2.33 milyar ekor pada tahun 2024. Hal ini diungkapnya saat berlangsung konferensi pers pra orasi ilmiah guru besar yang digelar secara daring, 9/6.</p> <p>“Intensifikasi melalui peningkatan padat tebar dapat meningkatkan produksi dan keuntungannya satu sampai tiga kali lipat, dan layak untuk dikembangkan jangka panjang dalam rangka mendukung akuakultur berkelanjutan,” kata Prof Iis Diatin, pakar budidaya ikan dari IPB University.</p> <p>Selain melalui intensifikasi, katanya, peningkatan produksi ikan hias dapat dilakukan melalui pengembangan areal budidaya pada kolam pengendapan di areal bekas tambang. “Kami telah melakukan penelitian budidaya ikan hias koi, mas koki dan komet pada kolam pengendapan (settling pond) bekas tambang,” kata Prof Iis. </p> <p>Dosen IPB University itu menerangkan, ketiga jenis ikan hias yang diujicobakan, semuanya mampu hidup dalam kolam pengendapan, dengan nilai kelangsungan hidup tertinggi pada ikan koi. Prof Iis menyebut, pemanfaatan kolam pengendapan di areal bekas tambang sangat prospektif untuk produksi ikan hias.</p> <p>Untuk mengatasi masalah rendahnya kualitas ikan hias, kata Prof Iis, telah ditemukan teknologi untuk meningkatkan kualitas warna, pola dan corak ikan hias. Ia menjelaskan, penggunaan spektrum cahaya merah dapat meningkatkan warna ikan botia, cahaya putih untuk ikan cupang dan cahaya biru untuk ikan badut. Sementara, penambahan karotenoid dalam pakan, seperti ekstrak rosela dapat meningkatkan kualitas warna ikan koki, penambahan astaksantin dalam pakan efektif  meningkatkan kualitas warna ikan botia dan ikan rainbow kurumoi.</p> <p>“Perbedaan warna, corak dan bentuk ikan hias yang signifikan antara jantan dan betina pada spesies yang sama, menyebabkan kualitas jantan dan betina berbeda,” kata Prof Iis.</p> <p>Ia menerangkan, sex reversal adalah teknologi membalikkan alat kelamin dari betina ke jantan (maskulinisasi) atau sebaliknya. Pada ikan cupang, bentuk dan warna ikan jantan lebih menarik dan ikan jantan juga menjadi ikan aduan. Penggunaan hormon 17α-metiltestosteron (MT) dapat meningkatkan agresivitas dan maskulinisasi pada ikan cupang dan ikan pelangi. Teknologi sex reversal menggunakan bahan alami sudah mulai banyak ditemukan, seperti madu, cabai jawa, dan lainnya.<br /> “Langkah strategis dalam pengembangan ikan hias yaitu meningkatkan kualitas dan kuantitas ikan hias, memperkuat inovasi teknologi budidaya ikan hias, serta memperkuat pengetahuan dan keterampilan pembudidaya,” terang Prof Iis Diatin, Ketua Program Studi S3 Ilmu Akuakultur IPB University ini.</p> <p>Ia juga menyebut, perlu dukungan logistik dan infrastruktur produksi dan perdagangan ikan hias dan basis data dan informasi terpadu ikan hias. Tidak hanya itu, penguatan branding dan pemasaran ikan hias Indonesia di pasar internasional serta regulasi pemerintah yang mendukung pengembangan ikan hias Indonesia juga sangat dibutuhkan.</p>
    ipb.ac.id/news
  • Prof Mala Nurilmala Paparkan Berbagai Inovasi Yang Dikembangkan dari Bahan Alami Laut 18 Jun 2022
    <p>Negara Indonesia patut bersyukur bahwa 70 persen wilayahnya berupa perairan. Posisi strategis Indonesia di segitiga emas juga memberikan kekayaan sumber daya perairan yang melimpah. Potensi besar baik ikan dan non ikan patut dimanfaatnya semaksimal mungkin secara bijak. </p> <p>Menindaklanjuti kerjasama antara Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University dengan Fakultas Farmasi Militer Universitas Pertahanan Indonesia (Unhan), Prof Mala Nurilmala, Guru Besar Teknologi Hasil Perairan IPB University hadir menjadi pembicara dalam Kuliah Pakar Seri Ke-10  Fakultas Farmasi Militer Unhan, 9/6. Dengan tema “The Discovery, Development, and Regulation of Marine Natural Product”, Prof Mala memaparkan berbagai riset terkait bahan alami dari perairan Indonesia yang dikembangkan IPB. </p> <p>Khususnya, ia menjelaskan terkait penemuan bahan obat dari laut serta prospek produk laut alami di bidang farmasi dan kosmetik. Ia menjelaskan bahwa berbagai jenis habitat sumber daya alam akuatik berpengaruh pada senyawa bioaktif yang dihasilkan. Senyawa bioaktif alami ini telah dimanfaatkan di bidang pangan hingga kosmetik. Dari segi keamanannya lebih amin untuk tubuh manusia. “Potensi bioaktif alami ini dapat berguna sebagai biomedis dan biokosmetik. Harapannya, pengembangannya tidak sekedar riset, namun hingga komersialisasi dan hilirisasinya,”terangnya.</p> <p>Diuraikannya, IPB University telah mengembangkan berbagai inovasi produk kosmetik dan farmasi dari bahan alami laut. Mulai untuk kegunaan antioksidan, antiglikasi, anti hiperglikemik, sediaan kapsul keras, dan berbagai pengembangan lainnya.  Contohnya buah mangrove api-api diekstrak senyawa antioksidannya, yakni fenolik. Selain itu, teripang dan jeroannya dieksplorasi senyawa antioksidannya sebagai bahan obat. Sesungguhnya, obat herbal dari negara tetangga menggunakan bahan utama dari perairan di Indonesia. “Sayangnya, Indonesia hanya mengekspor bahan materialnya tanpa ada pengolahan lanjut untuk produk turunan yang bernilai tambah, “ ungkapnya.</p> <p>Lebih lanjut ia mengurai, kulit ikan tuna sirip kuning juga dapat diekstrak senyawa antioksidan dan hidrosilat kolagennya. Hidrosilat ini cocok untuk digunakan sebagai bahan kosmetik. Senyawa antiglikasi atau antiaging di dalamnya juga dapat menghambat reaksi glukasi protein yang menyebabkan penuaan. “IPB University  juga mengeksplor potensi protein ikan gabus sebagai anti hiperglikemik untuk menurunkan kadar gula darah. Gelatin dari bahan laut sebagai bahan dasar kapsul juga turut dikembangkan. Aktivitas antiinflamasi kuda laut juga turut dikembangkan. Kuda laut sebenarnya sudah terkenal sebagai obat tradisional Cina. Namun sebagian besar diselundupkan dari perairan Indonesia, “ jelasnya.</p> <p>Namun tantangannya, menurutnya, sumber senyawa bioaktif biasanya terbatas. Habitatnya di alam juga belum dibudidayakan. Pemanfaatan senyawanya juga harus diekstraksi dan dimurnikan. Jumlah yang diperoleh juga kecil.  “Solusi yang harus dikembangkan adalah dengan melakukan screening dari awal, bukan untuk mengambil sebanyak-banyaknya tapi untuk disintesis dan mengetahui senaywa yang efektif untuk kebutuhan yang spesifik,”jelasnya. </p> <p>Upaya lain juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan bioteknologi dan budidaya laut. Budidaya laut ini dapat membuka lapangan pekerjaan di samping meningkatkan kesejahteraan secara menyeluruh. </p>
    ipb.ac.id/news

Info

Tidak ada info terbaru saat ini

Agenda

Tidak ada agenda terbaru saat ini

...
FPIK - IPB University
Jl. Agatis, Kampus IPB Dramaga Bogor
   fpik@ipb.ac.id
   +62 251 8622909 - 8622911
   +62 251 8622907

Tautan

  • Institut Pertanian Bogor
  • Admisi IPB
  • Journal
  • Repository
  • Kemenristekdikti
  • Kemendikbud
  • Kementerian Kelautan dan Perikanan
    Flag Counter

© 2020 FPIK - IPB UNIVERSITY