
DNA Barcoding adalah metode biologi molekular untuk mengidentifikasi suatu organisme berdasarkan urutan basa nukleotida. Metode ini telah banyak digunakan oleh peneliti di dunia untuk mempermudah pengidentifikasian spesies organisme yang ada di perairan. DNA Barcoding berbasis pada penggunaan jaringan dari suatu makhluk hidup untuk diekstrak DNA-nya yang kemudian diolah secara molekuler dan bioinformatik hingga dapat diketahui spesiesnya dan asal usulnya hingga ke nenek moyangnya.
Untuk itu, pekan lalu, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University bekerja sama dengan Politeknik Negeri Pontianak (Polnep), Laboratorium Oceanogen Bogor, Universitas Nahdhatul Ulama Kalimantan Barat, Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak, Asosiasi Dokter Hewan Megafauna Akuatik Indonesia (IAM Flying Vet) dan WWF Indonesia menggelar Pelatihan Dasar DNA Barcoding dan Genetic Data Analysis (Analisa Data Genetik). Dalam pelatihan ini, peserta menguji DNA satwa akuatik yang ada di di laboratorium Bio-Molekuler Pusat Unggulan Teknologi Sumberdaya Perikanan Politeknik Negeri Pontianak (Polnep), Kalimantan Barat. Setidaknya lebih dari 10 sampel jenis satwa akuatik, kharismatik, dilindungi maupun komersial berasal dari perairan Kalimantan Barat diuji di sana.
Kepala Laboratorium Biodiversitas dan Biosistematika Kelautan (Biodivsi), Dr Hawis Madduppa mengatakan, Kalimantan Barat memiliki posisi yang sangat penting sebagai pusat biodiversitas baik dari darat maupun hasil laut. Namun, kata Dr Hawis, masih banyak jenis ikan yang belum didata di Kalimantan Barat.
“Sebenarnya banyak biota-biota unik yang belum terdata. Dan itu yang harus kita upayakan. Kolaborasi kita bersama dan kegiatan pelatihan DNA dan Analisa Data Genetik ini dapat menciptakan ahli-ahli untuk DNA dan analisa genetik. Saya berharap laboratorium yang ada menjadi rujukan. Dan kami dari IPB University siap mendukung,” ujar Dosen IPB University dan Peneliti Kajian Ilmu Biodiversitas dan Biologi Molekuler Kelautan ini.
Dalam kesempatan yang sama, perwakilan WWF Indonesia, Dwi Suprapti mengatakan, pelatihan dasar DNA Barcoding dan Analisa Data Genetik satwa akuatik penting dilakukan. Menurutnya, selain untuk identifikasi dan pemetaan spesies, pelatihan ini juga diharapkan dapat mengembangkan laboratorium khususnya di Kalimantan Barat dengan kemampuan DNA barcoding dan Genetic Data Analysis.
“Selama ini banyak pihak yang kesulitan melakukan pengujian sampel karena harus dikirim ke luar daerah. Padahal tidak sedikit kasus mamalia laut, penyu, hiu dan spesies akuatik lainnya yang terdampar dan tidak teridentifikasi jenisnya. Selain itu, tidak sedikit kasus penyelundupan satwa yang tak dikenali spesiesnya (apakah merupakan satwa yang dilindungi atau tidak),” ujarnya.
Di sisi lain, ketersediaan laboratorium molukuler dapat membantu penegak hukum dan otoritas spesies dilindungi untuk mengetahui asal-usul dari hewan yang ditangani atau disita. Sehingga penting adanya pemetaan DNA dan pendataan spesies khususnya spesies akuatik.
Terpisah, Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak Getreda M Hehanussa menyambut baik upaya kolaborasi dalam kegiatan pelatihan dasar DNA Barcoding dan Analisa Data Genetik tersebut. Menurutnya, sejauh ini BPSPL Pontianak telah melakukan beberapa kegiatan terkait perannya sebagai pelaksana konservasi jenis dan genetika ikan serta pengawas lalu lintas perdagangan jenis ikan yang dilindungi. Namun upaya ini masih belum optimal karena sulitnya melakukan identifikasi jenis/spesies.
“Kesulitan ini sering terjadi pada proses pengidentifikasian jenis biota laut yang ditemukan dalam kondisi tidak utuh, baik karena pembusukan, terpotong-potong, maupun sudah menjadi produk turunan perikanan yang sulit diidentifikasi secara visual,” katanya.
Menurutnya, kemampuan pengidentifikasian spesies melalui metode DNA Barcoding dan analisis DNA ini menjadi hal yang penting dalam upaya penyelesaian masalah-masalah tersebut. Uji dan analisis DNA membutuhkan dukungan Sumberdaya Manusia (SDM) yang kompeten serta sarana dan prasarana berupa laboratorium yang terstandarisasi.
“Kami sangat mendukung kegiatan pelatihan ini. Kami berharap, melalui kegiatan ini akan terjadi transfer pengetahuan dan pemahaman sehingga dapat menghasilkan SDM yang kompeten dalam uji dan analisis DNA khususnya di wilayah Kalimantan Barat,” harapnya.
Hal senada juga diungkapkan Kepala Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Pontianak Miharjo. Menurutnya, perairan Kalimantan Barat kaya akan sumber daya perikanan. Hanya saja, hingga saat ini belum ada data jenis dan jumlah ikan di Kalimantan Barat.
Padahal, kata Miharjo, nilai ekonomi yang dihasilkan dari transaksi perdagangan internasional mencapai ratusan miliar rupiah. Pada Mei 2019 saja, mencapai 144,8 milyar dengan jumlah 254.700 ekor untuk komoditas ikan hidup dan 262,5 ton produk perikanan segar, basah, dan beku yang diekspor ke sejumlah negara. Produk perikanan tersebut dilalulintaskan melalui Pelabuhan Pontianak dan Bandar Udara Supadio Pontianak. Salah satunya adalah Arwana Super Red yang setiap hari ada pengiriman ke luar Kalimantan Barat.
Menurut Miharjo, selain pengawasan terhadap lalu lintas perdagangan ikan, pihaknya juga melakukan pemantauan terhadap jenis ikan invasif atau invasif alien spesies. Yaitu spesies asing yang keberadaan dan penyebarannya menyebabkan atau berpotensi menyebabkan kerugian secara lingkungan ekonomi, atau kesehatan manusia. Untuk itu, pihaknya menyambut baik adanya pelatihan dasar DNA dan Analisa Data Genetik satwa akuatik tersebut. “DNA Barcoding ini sangat penting. Jangan sampai eksploitasi besar-besaran, tapi ekosistem terganggu,” harapnya.
Sementara itu, Pembantu Direktur IV Politeknik Negeri Pontianak Dr Widodo mengatakan bahwa keberadaan Laboratorium Bio-Molekuler Pusat Unggulan Teknologi Sumberdaya Perikanan Politeknik Negeri Pontianak (Polnep) ini diharapkan dapat menjadi pilot projek pengembangan semua jurusan. “Melalui pelatihan ini diharapkan dapat menjadi cikal bakal pengembangan teknologi ke depan, khususnya ilmu kelautan dan perikanan,” ujar. (**/Zul)
SDGs-4, SDGs-14