(26/6) Departemen Budidaya Perairan (BDP), FPIK, IPB bekerja sama dengan PT. Suri Tani Pemuka (STP) telah mengadakan workshop tentang ikan nila salin dengan tema “Good Aquaculture Practices for Intensive Tilapia Culture”. Workshop ini berlangsung selama tiga hari yaitu 25 – 27 Juni 2024 di Banyuwangi dan dihadiri oleh teknisi dari STP Banyuwangi, STP Gresik dan teknisi dari Departemen BDP.

Pada sambutannya, Prof. Dr. Alimuddin selaku Kepala Departemen Budidaya Perairan mewakili Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan menyampaikan bahwa IPB University khususnya Departemen Budidaya Perairan berterima kasih atas kerjasamanya dengan STP selama ini. Dengan adanya hibah dari Pusat Unggulan Perguruan Tinggi (PUAPT), IPB University selain memperbaiki sarana prasarana laboratorium juga mengalokasikan dana tersebut kepada kegiatan yang mendukung pengembangan akuakultur berkelanjutan, salah satunya yang diadakan di Banyuwangi ini. Kegiatan ini diharapkan meningkatkan kolaborasi antar stakeholder di bidang akuakultur dalam pengembangan akuakultur berkelanjutan melalui kegiatan diskusi dan benchmarking.

Workshop yang diadakan di Hotel Kokoon, Banyuwangi ini menghadirkan enam narasumber yaitu Prof. Dr. Dedi Jusadi, Prof. Dr. Sukenda, Dr. Julie Ekasari, Prof. Dr. Alimuddin, Dr. Sri Nuryati dan Dr. Yuni Puji Hastuti. Pembicara pertama adalah Prof. Dr. Dedi Jusadi dengan materinya yaitu intensive aquaculture technology dan dilanjutkan oleh Prof. Dr. Sukenda yang menjelaskan tentang introduction of good aquaculture practices in Tilapia culture. Sebelum mengawali materinya, Prof. Dr. Sukenda mengadakan pre-test guna mengukur pemahaman para teknisi terkait good aquaculture practices (GAP). Beberapa teknisi sudah memahami terkait GAP, namun masih banyak juga yang belum mengetahuinya.

Pada materi kali ini, Prof. Dr. Sukenda menjelaskan poin penting dalam GAP antara lain yaitu social accountability yang meliputi kepatuhan terhadap hukum lokal dan nasional, hubungan dalam komunitas serta pengamatan pekerja dan hubungan antar pekerja. Poin selanjutnya adalah environmental responsibility yang meliputi sedimen dan kualitas air, konservasi tepung ikan dan minyak ikan, pengendalian ikan yang lepas, predator protection, serta penyimpanan dan pembuangan bahan untuk budidaya. Poin lainnya adalah animal health & walfare dan food safety. Prof. Dr. Sukenda juga mennjelaskan pada pengelolaan buangan budidaya harus memperhatikan regulasi pemerintah untuk buangan limbah, debit limbah dan konsentrasi polutan, infrastruktur dan peralatan yang tersedia serta metode pengolahan limbah yang diterapkan. Pada sesi diskusi, dijelaskan pula bahwa pembudidaya harus berusaha untuk mendapatkan fish in : fish out ratio yang rendah untuk melestarikan sumberdaya ikan. Di akhir sesinya, Prof. Dr. Sukenda kembali mengadakan post-test untuk mengukur kembali pemahaman para teknisi setelah diberikan materi dan nilai yang muncul sangat memuaskan.

Selanjutnya yaitu Dr. Julie Ekasari yang membahas tentang teknologi bioflok dalam budidaya ikan air tawar. Pada materinya, Dr. Julie Ekasari menjelaskan dua bahasan penting dalam bioflok yaitu prinsip dan aplikasi bioflok. Konsep bioflok adalah daur ulang limbah nutrien. “Dalam sistem bioflok, kita mengkonversi limbah nutrien menjadi mikroba bioflok yang dapat dimanfaatkan kembali oleh ikan budidaya”, ujar Dr. Julie Ekasari. Terdapat tiga karakteristik bioflok yaitu karakteristik fisik, kimia dan biologi. Pada karakter fisik dapat dilihat ukuran partikel dan daya endapnya. Karakter kimia dapat dilihat dari komposisi nutrien dan karakter biologi dapat dilihat dari komposisi mikroba pembentuk flok. Aplikasi bioflok harus memperhatikan desain wadah, aerasi dan mixing, persiapan media dan disinfeksi. Diskusi terkait bioflok ini sangat menarik, para teknisi pun sangat antusias dengan pertanyaan mereka masing-masing, misalnya yaitu pertanyaan tentang bagaimana ciri bioflok yang baik? Apakah airnya berwarna jernih atau yang keruh?

Prof. Dr. Alimuddin dengan materinya mengenai manajemen induk untuk produksi benih unggul. Pada materinya, Prof. Alimuddin menyebutkan bahwa terdapat beberapa cara untuk memperbaiki kualitas genetik induk ikan yaitu dengan metode konvensional dan metode modern. Pada metode konvensional dapat dilakukan seleksi konvensional, persilangan, hibridisasi dan rekayasa kromosom. Sedangkan pada metode modern dapat dilakukan seleksi berbasis marker DNA, transgenesis dan genome editing. Pada sesi diskusi, narasumber dan audiens berdiskusi tentang pemberian pakan yang baik untuk pematangan gonad, dan cara mempertahankan kualitas induk yang praktis di masyarakat.

Pemateri selanjutnya yaitu Dr. Sri Nuryati yang menjelaskan tentang penyakit pada ikan nila dan manajemen kesehatan pada budidaya ikan nila. Penyakit pada ikan terbagi menjadi penyakit infeksi dan penyakit non-infeksi. Pencegahan penyakit akibat faktor lingkungan yaitu sumber air harus diperhatikan serta menjaga kualitas air supaya tetap layak untuk hidup dan berkembang ikan. Selain menjaga liingkungannya, peningkatan kekebalan ikan juga bisa melalui vaksinasi. Pada sesi diskusi, beberapa pertanyaan mengarah pada kondisi yang ada di lapangan. Salah satu contohnya adalah penyakit mana yang terlebih dahulu menyerang jika terdapat dua atau lebih bakteri yang menginfeksi suatu ikan. Pada pertanyaan tersebut, Dr. Sri Nuryati menjelaskan bahwa ketika ada satu atau dua bakteri, maka nanti akan ada penyakit yang mendominasi maupun yang karier. Sehingga dapat dilihat lebih banyak mana bakteri di lingkungan tersebut untuk menduga bakteri mana yang lebih cepat menginfeksi suatu ikan.

Pemateri terakhir adalah Dr. Yuni Puji Hastuti yang menjelaskan tentang salinity tolerant tilapia, benefits and challenges in the perspective of aquaculture environment. Ikan nila memiliki pertumbuhan yang cepat dan produktivitas yang tinggi. Permasalahannya adalah jika pembudidaya menggunakan tambak bekas budidaya udang yang sudah rusak untuk budidaya ikan nila. Hal tersebut dikarenakan tambak sudah rusak secara struktural dan kualitas airnya menurun. Pada diskusi kali ini membahas terkait langkah-langkah yang diambil jika pembudidaya menggunakan tambak bekas budidaya udang yang sudah rusak sehingga dapat menghasilkan tambak baru yang memiliki kualitas air yang sesuai dengan ikan yang akan dibudidayakan.

Kegiatan hari ini ditutup dengan penyampaian closing statement dari Aminto Nugroho selaku Head of Unit Aquafeed dari STP. Beliau mengatakan bahwa teman-teman dari STP sangat antusias dengan workshop yang diadakan karena materi yang disampaikan oleh narasumber sangat informatif. STP telah banyak berkolaborasi dengan beberapa universitas-universitas di Indonesia dan telah banyak mendapatkan materi yang applicable. Aminto juga berharap STP dan BDP, FPIK, IPB dapat bekerjasama kedepannya dalam mencari solusi terkait permasalahan yang ada di perikanan.